Membaca Lagi Sirah (2)

Dec 10, 2009

Anda bisa baca hadist ini yang dinukil dengan baik oleh Munir Al Ghadban dalam Al-Manhaj al-haraqi lissirah annabawiyyah. Kalau cara kita memahami sirah salah, pasti tidak match dengan realitas yang sesungguhnya, karena kita salah merekonstruksikannya. Oleh serbab itu semua faktor-faktor yang memungkinkan Rasulullah maqbul ijtima’iyyun qabla an yakuna nabiyyan (bisa diterima secara sosial sebelum menjadi nabi), itu dipersiapkan oleh Allah SWT seluruhnya. Mulai dari Nasabnya sampai kepada kompetensinya.


Jadi beliau melewati semua anak tangga yang harus dilewati oleh seorang pembesar di kemudian hari. Rasulullah melewati masa-masa Itsbatul Qudwah. Sehingga ketika beliau miskin, beliau tidak dituduh tidak mampu, semata karena fakta miskin. Kemiskinan beliau atas pilihan, menjadi suatu pesona, karena semua orang tahu beliau itu hidup enak, Cuma beliau meninggalkannya dengan sengaja.

Kalau sekarang, zuhud kita kan rada syubhat sedikit. Karena itu tulisan sirah itu kenapa tidak pernah bisa habis sepanjang sejarah, karena selalu ada perspektif baru berdasarkan nuansa yang berbeda-beda.

Jika and abaca Fiqh Sirah yang ditulis oleh Muhammad Al Ghazali, buku itu ditulis waktu beliau berusia 17 tahun. Sebagian besar adalah penghayatan beliau tentang proses dakwah. Anda kembali ke buku ini dan coba baca kembali, tentang fathu makkah, tentang ditaklukannya kota Makkah, maka anda akan menemukan suatu komentar sangat romantic. Bahkan sangat melankolik sebagai seorang dai.

Beliau mengatakan dalam buku itu,”Sekarang setelah Rasulullah menaklukkan Mekkah. Setelah orang Quraisy ini tertunduk kalah di depannya, sekarang beliau berada diatas mimbar, untuk menyampaikan pidatonya sebagai penakluk. Marilah kita mengembalikan ingatan 20 tahun lalu. Orang yang ada disekitarnya ini adalah orang yang dulu mengusir beliau dari Mekkah. Bisakah kita membayangkan seandainya hari ini Khadijah masih hidup? Bisakah kita membayangkan seandainya pada hari ini Abdul Muthalib masih hidup? Bisakah kita membayangkan seandainya hari ini Mush’ab bin Umair masih hidup?”

“Sekarang fakta yang ada di depan kita adalah bahwa perempuan yang dulu mengunyah-ngunyah jantung Hamzah bin Abdul Muthalib ada didepan Rasulullah sebagai kaum yang takluk.”

Luar biasa penghayatan itu dan hal itu tidak terpikir oleh kita kan? Itulah penghayatan sebagai seorang dai.

Ingatan 20 tahun itulah yang diingatkan oleh Rasulullah ketika beliau memulai pidato. Potongan pidato pertamanya dihadapan orang Quraisy, “Wahai orang-orang Quraisy apa yang kalian duga tentang apa yang akan saya lakukan kepada kalian?” Perkataan ini supaya orang Quraisy mengingat peristiwa 20 tahun yang lalu, supaya orang-orang Quraisy menyadari apa makna hari ini bagi mereka.

Orang-orang Quraisy menjawab dengan sangat pasrah, persis seperti jawaban Abrahah, “Kamu adalah saudara yang mulia, putera dari saudara yang mulia.” Itu adalah rayuan, persis ketika Abdul Muthalib datang meminta unta yang dicuri pasukan Abrahah. Kemudian Abarahah bertanya,”Apa yang membuat kamu datang ke sini?” Abdul Muthalib menjawab, “Untuk mengambil unta-unta kami.” “Kamu menanyakan unta-untamu sementara aku ingin menghancurkan Ka’bahmu?” jawab Abrahah. Kemudian Abdul Muthalib mengatakan, “saya hanya pemilik unta, adapun rumah ini ada Tuhan yang melindunginya.”

Kalau kita perhatikan, sangat mungkin Rasulullah itu dendam.Tapi hari itu dia tidak dendam dan menunjukkan konsistensinya bahwa dakwah ini dakwah untuk manusia. “Pergilah kalian dan kalian semua bebas hari ini.” Orang kuat yang memaafkan, itu adalah pesona yang luar biasa. Kalau orang lemah memaafkan itu sama biasanya dengan orang zuhud yang miskin atau orang miskin yang menyatakan diri sebagai zuhud.

0 komentar:

Post a Comment

Personality

More »
 
 
 

Materi Lain

More »

Islam dan Barat

More »
 
Copyright © QUANTUM QUR'AN