Seorang Ilmuwan Masuk Islam Setelah membuktikan Tumbuhan Bertasbih

Jun 26, 2013

Prof. William
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (Al Israak 44)

Pada sebuah penelitian ilmiah yang diberitakan oleh sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, menyebutkan bahwa sekelompok ilmuwan yang mengadakan penelitian mendapatkan suara halus yang keluar dari sebagian tumbuhan yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa. Suara tersebut berhasil disimpan dan direkam dengan sebuah alat perekam tercanggih yang pernah ada.

Selengkapnya...

Mengatasi Berbagai Masalah dengan Bertasbih

Ketika nabi Yunus di telan ikan paus ia terus menerus bertasbih mensucikan nama Allah . Ucapan tasbih nabi Yunus yang terkenal adalah :”Laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzholimin (tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang yang mendzolimin diri sendiri) sebagaimana disebutkan dalam surat Al Anbiya ayat 87 :

Selengkapnya...

Menjadi Pribadi Qur'ani... Mau ?

Jun 24, 2013

Kalau umat Islam ditanya, inginkah menjadi pribadi Qurani, jawabannya tentu: mau. Tetapi kalau ditanya siapkah mewujudkannya, kebanyakan akan menjawab, tapi kok susah sekali ya? Sepertinya aku tidak bisa…

Kalau ditanya soal keinginan, tentunya kita semua ingin sekali menjadi pribadi Qurani, seperti yang dicontohkan Rasulullah. Betapa beliau setiap ucapannya, akhlak dan perilakunya, bersumber dari Al-Quran. Tak heran bila Aisyah kemudian menyebut beliau sebagai Al-Quran yang berjalan.

Namun, banyak dari kita yang merasa tidak cukup pe-de untuk meniti jalan menuju pribadi Qurani itu. Apalagi yang kemudian mau bersusah payah menempuh jalan panjang dan berat sebagaimana jejak hidup Rasulullah.

Satu hambatan besar, menjadi pribadi Qurani seringkali diartikan sebagai pribadi yang bacaan Qurannya indah -sesuai tartil-dan hafalannya banyak. Sehingga bagi yang masih terbata membaca Quran atau hafalannya sebagian besar diluar kepala (alias tak ada yang dihafal sebagaimana para hufazh yang hafalannya tersimpan di dalom kepala semua) cita-cita menjadi pribadi Qurani yang mencinta dan dicinta Allah lebih sering terhenti hingga batas angan dan teori.

Padahal Ustadzah Maemunah Al Hafidzah menyebutkan ciri pribadi Qurani di antaranya adalah pertama, senantiasa berinteraksi dengan Al-Quran dan tidak hanya sebatas membaca. Dalam tafsir Fii Dzilalil Quran, Sayyid Qutb menyebutkan, makna interaksi dengan Al-Quran itu selain membaca nash-nya dan kalimat- kalimat bahasa Arabnya, juga adalah mengupayakan untuk memahami dan mentadaburi nilai-nilai Quran itu sendlri.

Kedua, sosok pribadi Qurani ini umumnya berinteraksl dengan Quran dengan senang hati karena dia nilai- nilai Quran ini dileburkan sebagai bagian dari kegiatan keseharian bukan sebagai sebuah beban yang terjadwal.

Pribadi Qur’ani bukan sekedar hafal Alqur’an

Sementara itu menurut Ustadz Abdul Aziz Abdul Rouf, Lc, Al Hafizh, kepribadian Qurani sesungguhnya ada pada setiap orang yang mengikuti jejak Rasulullah. Dan Rasulullah telah mencontohkan bagaimana beliau memiliki interaksi yang utuh dengan Al-Quran, dari mulai membaca (melafazkan), menghafal, mentadabburi hingga mengamalkan Al-Quran.

“Jadi semuanya itu tidak bisa kita pisah-pisahkan, kita tidak boleh mencela orang lain, misalnya oh dia mah bisanya ngebaca aja, atau ah dia mah bisanya menghafal aja, atau oh dia mah bisanya ngamalin doang tapi baca ga bisa, gak bisa gitu, harus semua-muanya,” pesan ustadz Abdul Aziz.

Yang seharusnya kita lakukan adalah, mengharapkan dan mendoakan agar kemampuan orang-orang tersebut mengantarkannya pada kemampuan yang lain. Misalnya yang baru bisa membaca Al-Quran saja, semoga kemampuan bacanya itu bisa mengantarkannya kepada kemampuan interaksi yang lain, yang sudah bisa interaksl dengan pengamalan kita berharap pengamalannya itu membuat dia bisa jadi seneng baca, senang meng- hafalnya sesuai dengan kemampuannya tentunya, dan seterusnya.

Memang harus diakui bukan perkara mudah untuk membentuk diri kita menjadi pribadi Qurani, tetapi juga bukan tidak mungkin. Menurut Ustadz Abdul Aziz, inti dari interaksi secara utuh adalah menjadikan Al-Quran sebagai kebutuhan hidup. Ketika Al-Quran itu dijadikan kebutuhan, otomatis kita akan menyediakan waktu khusus untuk Al-Quran, sebagaimana kita menyediakan waktu khusus untuk makan, makan pagi, siang, dan makan malam, juga waktu khusus tidur.

Konsekuensi logis dari menempatkan Al-Quran sebagai satu dari sekian banyak kebutuhan hidup kita adalah tersedianya waktu bagaimanapun kondisinya untuk membaca, memahami hingga mengamalkan Quran.

“Kita saja, sesibuk apapun juga, kalau buat makan pasti makan. Bedanya cuma ada yang terlambat, itu pun selambat-lambatnya pasti dikerjain juga. Nah seharusnya pada Quran pun kita bisa seperti itu,” contoh Ustadz Abdul Aziz lagi.

Persoalannya sekarang, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi sosok pribadi Qurani itu? Maemunah yang mengkhatamkan hafalan Qurannya dalam waktu sekitar 3 tahun ini memberi tips langkah-langkah awal yang bisa dilakukan, di antaranya:

Langkah pertama adalah dengan sering membacanya. Bagaimanapun Al-0uran itu kan berasal dari kata Qaraa, yang artinya bacaan. Bila Al-Quran saja maknanya sudah bacaan, maka ia menjadi sesuatu yang memang sudah seharusnya dibaca. Apalagi, Al-Quran adalah petunjuk hidup, masdar, untuk umat Islam. Tentu mustahil sebuah petunjuk akan bermanfaat kalau tidak dibaca. “Seperti peta, saja, meski kita punya peta perjalanan, kita pegang terus tetapi tidak pernah dibaca, tetap saja kita akan tersesat,” kata ibu lima anak ini mencontohkan.

Kedua, setelah terbiasa membacanya, tingkatkanlah dengan upaya mentadaburinya. Di dalam Al-Quran banyak dikatakan bahwa orang yang tidak mentadaburi Al-Quran maka Allah akan bertanya padanya: apakah hati-hatimu terkunci? ini sesungguhnya sebuah warning bagi kita. Hati bisa menjadi keras, terkunci bila kita sampai tidak punya waktu, tidak punya keinginan untuk mentadaburi nilai-nilai Al-Quran. Proses tadabur sendiri bisa dimulai dengan membaca terjemahan Quran. Dengan membaca terjemahannya Quran, isi Al-Quran pun akan lebih banyak yang bisa mengendap dalam memori kita.

Setelah kita mengerti terjemahannya, kita tentu akan lebih paham dengan isi nilai-nilai al-Quran sehingga makin mudahlah untuk memasuki tahap berikutnya, berupaya hidup dengan Al-Quran, dalam arti mengamalkan dan mengaplikasikan nilai-nilai yang sudah kita temukan itu.

Seiring dengan upaya ini, kita bisa mulai mengajak pula orang-orang di sekeliling kita, baik keluarga, kerabat tetangga dan masyarakat untuk menjadi bagian dari pribadi-pribadi Qurani.

Muslimah pecinta Al-Quran

Masalahnya, seorang muslimah kerap merasa kurang afdhol dalam menjalani proses menjadi pribadi Qurani mengingat pada setiap bulannya akan menemui hari-hari’libur yang membuat dirinya tidak optimal dalam beribadah. Begitu pula bagi para ibu rumah tangga yang setiap harinya disibukkan dengan urusan rumah dan anak-anaknya. Hal-hal seperti itu seringkali menjadi alasan bagi para muslimah ketika mendapati interaksi hidup mereka dengan Al-Quran amat minimalis.

Untuk menyiasatinya, Ustadzah Maemunah justru menyarankan para muslimah untuk lebih kuat bertekad menghafal Quran atau sebagian besar isi Quran demi menghindari alasan “tengah berhalangan”.

Perempuan yang kini tengah menempuh pendidikan di STIU Al-Hikmah, Jakarta, ini lantas membagi tips menghafal Al Qur’an pada para musimah sesuai dengan pengalaman beliau pribadi.

Pertama harus ikhlas, karena bagaimana pun proses menghafal Al-Quran itu tidak semudah yang dibayangkan. Ikhlas ini harus disertakan dalam setiap proses pelaksanaannya, ikhlas dalam tujuannya, ikhlas pula dalam berbagai aktifitas menghafalnya.

Kedua awali dengan tahsinul tilawah (memperbaiki bacaan Al-Quran). Sebab kalau bacaan kita belum bagus menghafal akan berat sekali, karena fokusnya jadi akan banyak. Misalnya soal tajwid. Baru satu ayat disetor hafalan, ditegur kesalahan tajwidnya, hafalan pun jadi bubar.

Ketiga, jangan jadikan kegiatan menghafal sebagai beban. Kalau jadi beban proses menghafal pun akan jadi sulit, karena rasanya kepala kita tidak pernah terbuka. Jadikan kegiatan menghafal ini sebuah kegiatan yang menyenangkan, yang kita sukai karena kita tahu apa manfaatnya dan berapa banyak kebaikan yang bisa kita dapat.

Keempat, biasakan menghafal sesuai dengan kemampuan kita. Jangan membandingkan dengan orang lain. Mungkin orang lain sehari bisa dua halaman. Kita belum tentu sama, yang penting sesuai kemampuan kita, dengan tentu saja harus dilatih terus. Biasanya semakin sering kita menghafal kemampuan menghafal kita akan semakin meningkat Mungkin hari ini kita cuma bisa sehalaman, tetapi kalau terus dilatih, rutin, dalam sebulan nanti akan bisa bertambah. Yang banyak terjadi kita sesungguhnya belum memanfaatkan keseluruhan potensi kita.

Terakhir, rajinlah mengulang-ulang. Sebelum menambah hafalan, biasakan mengulang hafalan sebelumnya. Untuk menguatkan hafalan, bisa digunakan alat bantu apakah dengan membaca terjemahan, atau bahkan menuliskan ayat yang sedang dihafal.

Aini firdaus/ZIf, Wawancara: Rosita

 Sumber : Majalah Ummi

Selengkapnya...

Surat Al Fatihah Membantah Semua Golongan yang Sesat


Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara: global dan terinci. Secara global dapat diketahui bahwa ash shirathul mustaqim mencakup pengetahuan tentang kebenaran, memprioritaskan kebenaran daripada yang lain, mencintai, menyeru dan memerangi musuh-musuh kebenaran menurut kesanggupan. Kebenaran di sini adalah apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat, seperti ilmu dan amal tentang sifat Allah, asma’, perintah, larangan, janji, ancaman dan hakikat-hakikat iman, yang semuanya merupakan etape orang-orang yang berjalan kepada Allah.

Semua masalah ini diserahkan kepada beliau dan bukan kepada pendapat dan pemikiran manusia. Jadi tidak dapat diragukan bahwa ilmu dan amal yang ada pada diri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat adalah pengetahuan tentang kebenaran, yang harus diprioritaskan daripada yang lain. Inilah yang disebut ash shirathul mustaqim.

Dengan cara yang global ini dapat diketahui bahwa siapa pun yang bertentangan dengan jalan ini adalah batil, atau merupa-kan satu jalan dari dua jenis golongan: Golongan yang mendapat murka dan golongan yang sesat.

Adapun dengan cara yang rinci, maka kita perlu mengetahui satu persatu setiap madzhab yang batil. Namun yang pasti, setiap kalimat Al Fatihah mencakup penjelasan tentang kebatilannya.

Manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua macam: golongan yang mengakui kebenaran dan golongan yang mengingkari kebenaran.

Sementara Al Fatihah mencakup penetapan adanya Khaliq dan penolakan orang yang mengingkari keberadaan-Nya, yaitu dengan penetapan Rububiyah-Nya atas semesta alam. Perhatikanlah semua benda alam, baik alam atas maupun alam bawah, tentu engkau akan melihat bukti keberadaan Sang Pencipta. Keberadaan Allah ini lebih nyata bagi akal dan fitrah daripada keberadaan sungai yang mengalir. Siapa yang tidak mempunyai pandangan seperti ini dalam akal dan fitrahnya, berarti harus dipertanyakan, adakah sesuatu yang tidak beres pada akalnya?

Seiring dengan kebatilan orang-orang yang mengingkari keberadaan Allah, batil pula pendapat orang-orang yang mengatakan tentang wahdatul-wujud (kesatuan wujud), bahwa wujud alam ini juga merupakan wujud Allah dan Allah merupakan hakikat wujud alam ini. Jadi menurut mereka tidak ada lagi istilah Rabb dan hamba, penguasa dan yang dikuasai, pengasih dan yang dikasihi, pemberi pertolongan dan yang meminta pertolongan, pemberi petunjuk dan yang diberi petunjuk, pemberi nikmat dan yang diberi nikmat, sebab Allah adalah hamba itu sendiri, yang disembah adalah yang menyembah itu sendiri. Perbedaan wujud hanya sekedar masalah relatifitas yang bergantung kepada fenomena dzat dan penampakannya, sehingga terkadang bisa berwujud seorang hamba biasa, terkadang berwujud Fir’aun, pemberi petunjuk, nabi, rasul, ulama dan lain sebagainya. Sekalipun berbeda-beda, semua berasal dari satu inti, bahkan Allah adalah inti itu sendiri.

Surat Al-Fatihah, semenjak pertama hingga akhirnya menjelaskan kebatilan dan kesesatan golongan ini.

Orang-orang yang menetapkan adanya Khaliq ada dua macam:

Golongan yang mengesakan Khaliq atau ahli tauhid. Golongan yang menyekutukan Khaliq atau ahli syirik.

Ahli Syirik Ada Dua Macam

Orang-orang yang menyekutukan Rububiyah dan Uluhiyah-Nya, seperti orang-orang Majusi dan yang serupa dengan mereka dari golongan Qadariyah. Mereka menetapkan adanya pencipta Allah yang menyertai Allah, sekalipun mereka tidak mengatakan adanya kesetaraan di antara keduanya. Golongan Qadariyah Majusi menetapkan adanya para pencipta perbuatan di samping Allah. Perbuatan ini di luar kehendak Allah dan Allah tidak mempunyai kekuasaan terhadapnya, tapi para pencipta selain-Nya itulah yang menjadikan diri mereka bisa berbuat dan berkehendak. Di dalam Iyyaka na’budu terkandung sanggahan terhadap pendapat mereka. Sebab pertolongan yang mereka mohonkan kepada-Nya berarti mengharapkan sesuatu yang ada di Ta-ngan Allah dan ada dalam kekuasaan serta kehendak-Nya. Lalu bagaimana mungkin orang yang katanya mampu berbuat, tapi dia masih meminta pertolongan?

Orang-orang yang menyekutukan Uluhiyah-Nya. Mereka mengatakan bahwa hanya Allah penguasa dan pencipta segala sesuatu, bahwa Allah adalah Rabb mereka dan bapak-bapak mereka semenjak dahulu. Tetapi sekalipun begitu mereka masih menyembah selain-Nya, mencintai dan mengagungkannya. Mereka menciptakan tandingan bagi Allah. Mereka tidak menetapi hak iyyaka na’budu. Sekalipun memang mereka na’buduka (kami menyembah-Mu), tapi mereka tidak murni dalam iyyaka na’budu, yang mengandung pengertian: Kami tidak menyembah kecuali Engkau semata, dengan penuh kecintaan, harapan, ketakutan, ketaatan dan pengagungan. Iyyaka na’budu merupakan penge-jawantahan dari tauhid dan peniadaan syirik dalam Uluhiyah, seba-gaimana iyyaka nasta’in merupakan pengejawantahan dalam tauhid Rububiyah dan peniadaan syirik dalam Rububiyah.

Surat Al-Fatihah juga mengandung sanggahan terhadap pendapat berbagai golongan yang menyimpang dan sesat, seperti:

  1. Al Jahmiyah yang meniadakan sifat-sifat Allah. 
  2.  Al Jabariyah yang meniadakan pilihan dan kehendak bagi manusia, yang segala sesuatu pada diri manusia berdasarkan kehendak Allah. 
  3. Golongan yang menetapkan perbuatan Allah pada hal-hal yang pasti dan Dia tidak mempunyai pilihan serta kehendak. 
  4. Golongan orang-orang yang mengingkari keterkaitan ilmu-Nya dengan hal-hal parsial. 
  5. Golongan orang-orang yang mengingkari Nubuwah. 
  6. Eksistensialis, golongan yang mengatakan tentang keberadaan alam semenjak dahulu kala.
  7.  Ar Rafidhah yang menganggap hanya keturunan Rasulullah yang benar, sedangkan selain mereka tidak benar dan tidak akan masuk surga, sekalipun itu semacam shahabat Abu Bakar.

Selengkapnya...

2 Orang yang tidak Mendapat Ampunan Allah di Malam Nisfu Sya'ban

Jun 23, 2013

Betapa bahagianya mendapatkan ampunan Allah. Betapa menderitanya tidak mendapatkan ampunan dari-Nya.

Di malam nisfu Sya’ban, Allah akan mengampuni hamba-hamba-Nya. Namun, ada dua orang yang dikecualikan. Mereka tidak mendapatkan ampunyan-Nya.

Siapakah mereka? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban. Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al-Albani)

1. Orang yang berbuat syirik
Orang yang berbuat syirik, menyekutukan Allah dengan sesuatu, ia tidak akan mendapatkan ampunan Allah. Tidak hanya di malam nisfu Sya’ban, di waktu apa pun ia tidak akan diampuni Allah kecuali dengan syarat meninggalkan perilaku syirik tersebut dan melakukan taubat nasuha.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’ : 48)
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa’ : 116)
Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka. (QS. Muhammad : 34)
Syirik bukan hanya berbentuk menyembah sesuatu selain Allah, sebagaimana kafir Quraisy menyembah berhala di sekeliling ka’bah. Di zaman sekarang, kadang syirik tidak disadari dan dianggap biasa-biasa saja. Misalnya, meminta sesuatu (berdoa) kepada selain Allah; berlindung kepada jin; percaya/meminta tolong kepada dukun; menggunakan tamimah (jimat) untuk perlindunga, keselamatan, dan sebagainya; mempercayai ramalan zodiak, dan sejenisnya.

Rasulullah pernah melihat seseorang memakai jimat kuningan. Lalu beliau bertanya kepadanya: “Apakah ini?” orang itu menjawab, “Penangkal sakit.” Nabi pun bersabda, “Lepaskan itu, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya” (HR. Ahmad)

2. Orang yang bertengkar dengan sesama Muslim
Islam bukan hanya menuntun hubungan dengan Allah (hablun minannas). Islam juga mengatur hubungan dengan sesama (hablun minannas). Islam menghendaki hablun minannas juga dijalankan dengan baik, apalagi kepada sesama muslim. Ada konsep ukhuwah islamiyah. Bahwa sesama muslim itu laksana bangunan yang saling menguatkan, dan orang-orang yang beriman itu bersaudara.

Karenanya sesama muslim tidak boleh saling menyakiti, tidak boleh saling membenci, memata-mati, menghasud dan sebagainya. Kalaupun dalam keadaan terpaksa kemudian berselisih, Islam hanya memberikan batas waktu tiga hari saling berdiam diri. Lebih dari tiga hari tidak saling sapa, orang itu berdosa. Dan khusus di malam nisfu Sya’ban, sesama muslim yang saling bertengkar –meskipun keduanya bersih dari syirik- mereka tidak mendapatkan ampunan dari Allah.

Maka, mari kita berlepas dari syirik dan memaafkan seluruh saudara seiman sejak malam ini. Dan semoga, dengannya Allah memberikan ampunan kepada kita di malam nisfu Sya’ban-Nya. 
Sumber : Bersamadakwah.com

Selengkapnya...

Personality

More »
 
 
 

Materi Lain

More »

Islam dan Barat

More »
 
Copyright © QUANTUM QUR'AN