Menjadi Pribadi Qur'ani... Mau ?

Jun 24, 2013

Kalau umat Islam ditanya, inginkah menjadi pribadi Qurani, jawabannya tentu: mau. Tetapi kalau ditanya siapkah mewujudkannya, kebanyakan akan menjawab, tapi kok susah sekali ya? Sepertinya aku tidak bisa…

Kalau ditanya soal keinginan, tentunya kita semua ingin sekali menjadi pribadi Qurani, seperti yang dicontohkan Rasulullah. Betapa beliau setiap ucapannya, akhlak dan perilakunya, bersumber dari Al-Quran. Tak heran bila Aisyah kemudian menyebut beliau sebagai Al-Quran yang berjalan.

Namun, banyak dari kita yang merasa tidak cukup pe-de untuk meniti jalan menuju pribadi Qurani itu. Apalagi yang kemudian mau bersusah payah menempuh jalan panjang dan berat sebagaimana jejak hidup Rasulullah.

Satu hambatan besar, menjadi pribadi Qurani seringkali diartikan sebagai pribadi yang bacaan Qurannya indah -sesuai tartil-dan hafalannya banyak. Sehingga bagi yang masih terbata membaca Quran atau hafalannya sebagian besar diluar kepala (alias tak ada yang dihafal sebagaimana para hufazh yang hafalannya tersimpan di dalom kepala semua) cita-cita menjadi pribadi Qurani yang mencinta dan dicinta Allah lebih sering terhenti hingga batas angan dan teori.

Padahal Ustadzah Maemunah Al Hafidzah menyebutkan ciri pribadi Qurani di antaranya adalah pertama, senantiasa berinteraksi dengan Al-Quran dan tidak hanya sebatas membaca. Dalam tafsir Fii Dzilalil Quran, Sayyid Qutb menyebutkan, makna interaksi dengan Al-Quran itu selain membaca nash-nya dan kalimat- kalimat bahasa Arabnya, juga adalah mengupayakan untuk memahami dan mentadaburi nilai-nilai Quran itu sendlri.

Kedua, sosok pribadi Qurani ini umumnya berinteraksl dengan Quran dengan senang hati karena dia nilai- nilai Quran ini dileburkan sebagai bagian dari kegiatan keseharian bukan sebagai sebuah beban yang terjadwal.

Pribadi Qur’ani bukan sekedar hafal Alqur’an

Sementara itu menurut Ustadz Abdul Aziz Abdul Rouf, Lc, Al Hafizh, kepribadian Qurani sesungguhnya ada pada setiap orang yang mengikuti jejak Rasulullah. Dan Rasulullah telah mencontohkan bagaimana beliau memiliki interaksi yang utuh dengan Al-Quran, dari mulai membaca (melafazkan), menghafal, mentadabburi hingga mengamalkan Al-Quran.

“Jadi semuanya itu tidak bisa kita pisah-pisahkan, kita tidak boleh mencela orang lain, misalnya oh dia mah bisanya ngebaca aja, atau ah dia mah bisanya menghafal aja, atau oh dia mah bisanya ngamalin doang tapi baca ga bisa, gak bisa gitu, harus semua-muanya,” pesan ustadz Abdul Aziz.

Yang seharusnya kita lakukan adalah, mengharapkan dan mendoakan agar kemampuan orang-orang tersebut mengantarkannya pada kemampuan yang lain. Misalnya yang baru bisa membaca Al-Quran saja, semoga kemampuan bacanya itu bisa mengantarkannya kepada kemampuan interaksi yang lain, yang sudah bisa interaksl dengan pengamalan kita berharap pengamalannya itu membuat dia bisa jadi seneng baca, senang meng- hafalnya sesuai dengan kemampuannya tentunya, dan seterusnya.

Memang harus diakui bukan perkara mudah untuk membentuk diri kita menjadi pribadi Qurani, tetapi juga bukan tidak mungkin. Menurut Ustadz Abdul Aziz, inti dari interaksi secara utuh adalah menjadikan Al-Quran sebagai kebutuhan hidup. Ketika Al-Quran itu dijadikan kebutuhan, otomatis kita akan menyediakan waktu khusus untuk Al-Quran, sebagaimana kita menyediakan waktu khusus untuk makan, makan pagi, siang, dan makan malam, juga waktu khusus tidur.

Konsekuensi logis dari menempatkan Al-Quran sebagai satu dari sekian banyak kebutuhan hidup kita adalah tersedianya waktu bagaimanapun kondisinya untuk membaca, memahami hingga mengamalkan Quran.

“Kita saja, sesibuk apapun juga, kalau buat makan pasti makan. Bedanya cuma ada yang terlambat, itu pun selambat-lambatnya pasti dikerjain juga. Nah seharusnya pada Quran pun kita bisa seperti itu,” contoh Ustadz Abdul Aziz lagi.

Persoalannya sekarang, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi sosok pribadi Qurani itu? Maemunah yang mengkhatamkan hafalan Qurannya dalam waktu sekitar 3 tahun ini memberi tips langkah-langkah awal yang bisa dilakukan, di antaranya:

Langkah pertama adalah dengan sering membacanya. Bagaimanapun Al-0uran itu kan berasal dari kata Qaraa, yang artinya bacaan. Bila Al-Quran saja maknanya sudah bacaan, maka ia menjadi sesuatu yang memang sudah seharusnya dibaca. Apalagi, Al-Quran adalah petunjuk hidup, masdar, untuk umat Islam. Tentu mustahil sebuah petunjuk akan bermanfaat kalau tidak dibaca. “Seperti peta, saja, meski kita punya peta perjalanan, kita pegang terus tetapi tidak pernah dibaca, tetap saja kita akan tersesat,” kata ibu lima anak ini mencontohkan.

Kedua, setelah terbiasa membacanya, tingkatkanlah dengan upaya mentadaburinya. Di dalam Al-Quran banyak dikatakan bahwa orang yang tidak mentadaburi Al-Quran maka Allah akan bertanya padanya: apakah hati-hatimu terkunci? ini sesungguhnya sebuah warning bagi kita. Hati bisa menjadi keras, terkunci bila kita sampai tidak punya waktu, tidak punya keinginan untuk mentadaburi nilai-nilai Al-Quran. Proses tadabur sendiri bisa dimulai dengan membaca terjemahan Quran. Dengan membaca terjemahannya Quran, isi Al-Quran pun akan lebih banyak yang bisa mengendap dalam memori kita.

Setelah kita mengerti terjemahannya, kita tentu akan lebih paham dengan isi nilai-nilai al-Quran sehingga makin mudahlah untuk memasuki tahap berikutnya, berupaya hidup dengan Al-Quran, dalam arti mengamalkan dan mengaplikasikan nilai-nilai yang sudah kita temukan itu.

Seiring dengan upaya ini, kita bisa mulai mengajak pula orang-orang di sekeliling kita, baik keluarga, kerabat tetangga dan masyarakat untuk menjadi bagian dari pribadi-pribadi Qurani.

Muslimah pecinta Al-Quran

Masalahnya, seorang muslimah kerap merasa kurang afdhol dalam menjalani proses menjadi pribadi Qurani mengingat pada setiap bulannya akan menemui hari-hari’libur yang membuat dirinya tidak optimal dalam beribadah. Begitu pula bagi para ibu rumah tangga yang setiap harinya disibukkan dengan urusan rumah dan anak-anaknya. Hal-hal seperti itu seringkali menjadi alasan bagi para muslimah ketika mendapati interaksi hidup mereka dengan Al-Quran amat minimalis.

Untuk menyiasatinya, Ustadzah Maemunah justru menyarankan para muslimah untuk lebih kuat bertekad menghafal Quran atau sebagian besar isi Quran demi menghindari alasan “tengah berhalangan”.

Perempuan yang kini tengah menempuh pendidikan di STIU Al-Hikmah, Jakarta, ini lantas membagi tips menghafal Al Qur’an pada para musimah sesuai dengan pengalaman beliau pribadi.

Pertama harus ikhlas, karena bagaimana pun proses menghafal Al-Quran itu tidak semudah yang dibayangkan. Ikhlas ini harus disertakan dalam setiap proses pelaksanaannya, ikhlas dalam tujuannya, ikhlas pula dalam berbagai aktifitas menghafalnya.

Kedua awali dengan tahsinul tilawah (memperbaiki bacaan Al-Quran). Sebab kalau bacaan kita belum bagus menghafal akan berat sekali, karena fokusnya jadi akan banyak. Misalnya soal tajwid. Baru satu ayat disetor hafalan, ditegur kesalahan tajwidnya, hafalan pun jadi bubar.

Ketiga, jangan jadikan kegiatan menghafal sebagai beban. Kalau jadi beban proses menghafal pun akan jadi sulit, karena rasanya kepala kita tidak pernah terbuka. Jadikan kegiatan menghafal ini sebuah kegiatan yang menyenangkan, yang kita sukai karena kita tahu apa manfaatnya dan berapa banyak kebaikan yang bisa kita dapat.

Keempat, biasakan menghafal sesuai dengan kemampuan kita. Jangan membandingkan dengan orang lain. Mungkin orang lain sehari bisa dua halaman. Kita belum tentu sama, yang penting sesuai kemampuan kita, dengan tentu saja harus dilatih terus. Biasanya semakin sering kita menghafal kemampuan menghafal kita akan semakin meningkat Mungkin hari ini kita cuma bisa sehalaman, tetapi kalau terus dilatih, rutin, dalam sebulan nanti akan bisa bertambah. Yang banyak terjadi kita sesungguhnya belum memanfaatkan keseluruhan potensi kita.

Terakhir, rajinlah mengulang-ulang. Sebelum menambah hafalan, biasakan mengulang hafalan sebelumnya. Untuk menguatkan hafalan, bisa digunakan alat bantu apakah dengan membaca terjemahan, atau bahkan menuliskan ayat yang sedang dihafal.

Aini firdaus/ZIf, Wawancara: Rosita

 Sumber : Majalah Ummi

0 komentar:

Post a Comment

Personality

More »
 
 
 

Materi Lain

More »

Islam dan Barat

More »
 
Copyright © QUANTUM QUR'AN